Perahu pertama kali dikenal pada masa neolitikum, sekitar 10 ribu tahun silam.
Sejarah munculnya perahu ataupun kapal sejalan dengan petualangan manusia. Fungsi awalnya, mungkin hanya terbatas pada bisa dipakai bergerak di atas air. Penggunaannya terutama untuk berburu dan memancing.
Kemungkinan besar, perahu yang dibuat oleh nenek moyang kita awalnya terbuat dari bambu. Selain bambu, bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan perahu pada masa lampau juga dari batang-batang papyrus, seperti yang digunakan bangsa Mesir Kuno.
Berabad-abad lamanya, kapal yang digunakan manusia untuk mengarungi sungai atau lautan diawali oleh penemuan perahu. Jenis perahu yang paling sederhana adalah rakit lalu ada juga kano. Kian besar kebutuhan daya muatnya, akhirnya dibuatlah perahu atau rakit yang berukuran lebih besar yang dinamakan kapal. Dari bambu dan kayu, perkembangan kapal terus meningkat sehingga mulai menggunakan bahan-bahan logam seperti baja. Ini karena manusia kian membutuhkan kapal-kapal yang kuat dengan beban muatan makin banyak dan berat.
Untuk penggerak, awalnya hanya menggunakan dayung yang dibuat dari kayu atau tiang bambu yang menyerupai tombak. Lalu, terus berkembang menggunakan angin dengan bantuan layar. Setelah muncul revolusi industri, kapal-kapal mulai menggunakan mesin uap, juga mesin diesel sebagai penggeraknya.
Di Indonesia, menurut arkeolog Universitas Indonesia, Djulianto Susantio, kemungkinan besar perahu buatan nenek moyang kita terbuat dari bambu. Tanaman bambu sangat mudah diperoleh karena bisa tumbuh, baik di daerah sejuk maupun yang berudara panas. Perahu dari bambu ini dikenal dengan nama rakit. Pembuatannya sederhana, cukup menyatukan bilah-bilah bambu menjadi satu dengan mengikatnya dengan tali rotan atau dari ijuk. Rakit tanpa kemudi dan layar ini hanya efektif dipakai pada jalur pendek, seperti menyeberangi sungai.
Jika tak ada bambu, orang-orang dahulu juga menggunakan beberapa batang pohon pisang yang digabung menjadi satu. Bambu dan batang pisang adalah bahan ringan dan mudah mengambang di air. Rakit dari kedua bahan itu, sampai saat ini, masih digunakan penduduk di daerah pedalaman yang wilayahnya masih terisolasi jalan darat.
Namun, sesuai kondisi geografis, di beberapa tempat, kata Djulianto, perahu paling awal diduga terbuat dari sebatang pohon besar yang bagian tengahnya dilubangi. Mirip lesung atau sampan. “Perahu seperti inilah yang paling populer sebagaimana terlihat pada lukisan-lukisan gua prasejarah, yang bisa ditemukan di Sulawesi atau Papua,” ujarnya.
Sejak dahulu, perahu yang lebih bagus telah digunakan oleh nenek moyang kita terbukti dari adanya sejumlah relief di Candi Borobudur, yang memperlihatkan orang sedang naik perahu. Adanya relief tersebut menunjukkan orang-orang di nusantara telah menggunakan perahu untuk mengarungi samudera sejak dahulu.
Sehingga bisa ditafsirkan, sebelum abad ke-9, nenek moyang kita sudah mengenal sedikitnya tiga jenis perahu, yakni perahu lesung, perahu besar yang tidak bercadik, dan perahu bercadik. Menurutnya, perahu tertua dan perlengkapannya pernah ditemukan di situs kerajaan Sriwijaya pada abad VII-XIV. Itulah perahu kayu yang dianggap tertua hingga kini.
Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki beragam jenis perahu yang disesuaikan bentuknya dengan tradisi lokal suku dan kebudayaan yang ada. Beberapa jenis perahu yang dikenal di Indonesia umumnya populer di daerah pesisir pantai.
Bentuknya, ada yang mirip-mirip, namun sebutannya saja yang berbeda di setiap daerah. Antara lain, sampan, biduk, bidar, kora-kora, klotok, ketingting, pancalang, lancang, kalulus, bahtera, tongkang, janggolan, jung, palari, sandek, paduakang, orembai, rorehe, sope, balasoe, eretan, kano, dan sekoci.
Perahu-perahu itu ada yang polos, ada pula yang berwarna-warni dipenuhi hiasan atau ukiran. Fungsinya pun bermacam-macam. Misalnya, untuk membawa hasil tangkapan ikan, membawa barang dagangan, untuk olahraga, kebutuhan transportasi, pesiar, menjaga keamanan, dan berperang.
Beragam jenis perahu tradisional tersebut, ada yang sudah tidak dipergunakan lagi. Keberadaannya tergantikan oleh perahu-perahu yang menggunakan motor atau mesin, ataupun lantaran sarana transportasi darat lebih mendominasi. Beberapa di antaranya, hingga kini, miniaturnya masih bisa dilihat di Museum Bahari Indonesia.
Oleh Andi Nur Aminah
Saturday, May 28, 2011
Pengantar Para Petualang
10:10 PM
Boogie Channel


0 comments:
Post a Comment